LAPORAN PENDAHULUAN
ASuhan KEPerawatan KLIEN DENGAN
Penyakit Paru Obstruktif kronik
1.
Pengertian
a.
PPOK Merujuk pada sejumlah
gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang
penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black.
J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
b.
Suatu kondisi dimana aliran
udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah
seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif
Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain
adalah komplikasi dari penyakit primer.(Enggram, B. 1996).
Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis
yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan
dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut.
Emphysema
Perubahan
anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar
Asthma Bronkiale
Suatu penyakit
yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas
yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
Asthma dibedakan
menjadi 2 :
1.
Asthma Bronkiale Alergenik
2.
Asthma Bronkiale Non Alergenik
Asthma tidak
dibahas disini karena gejala dan tanda lebih spesifik dan ada pembahasan khusus
mengenai penyakit asma
2.
PATOGENESIS PPOK
Patofisiologi
Bronkhitis Kronis dan Emphysema
3.
Penyebab PPOK
a.
Bronkitis Kronis
1)
Faktor tak diketahui
2)
Merokok
3)
Polusi Udara
4)
Iklim
b.
Emphysema
1)
Faktor tak diketahui
2)
Predisposisi genetic
3)
Merokok
4)
Polusi udara
c.
Asthma Bronkiale
Faktor Prediasposisi nya adalah :
1.
Alergen (debu, bulu binatang,
kulit dll)
2.
Infeksi saluran nafas
3.
Stress
4.
Olahraga (kegiatan jasmani
berat )
5.
obat-obatan
6.
Polusi udara
7.
lingkungan kerja
8.
Lain-lain, (iklim, bumbu masak,
bahan pengawet dll)
4.
Gambaran Klinis
a.
Asthma Bronkiale
Selama serangan klien mengalami
dispnea dan tanda kesulitan bernafas. Permulaan tanda serangan terdapat sensasi
kontriksi dada (dada terasa berat), Whezing, batuk non produktif, takhi kardi
dan takipnea.
b.
Manifestasi klinis Emphysema
dan bronkhitis kronis
Gambaran
|
Emphysema
|
Bronkhitis
|
Mulai timbul
|
Usia 30 – 40 tahun
|
20 – 30 tahun batuk akibat merokok (cacat
pada usia pertengahan)
|
Sputum
|
Minimal
|
Banyak sekali
|
Dispne
|
Dispnea relatif dini
|
Lambat
|
Rasio V/Q
|
Ketidakseimbangan minimal
|
Ketidakseimbangan nyata
|
Bnetuk Tubuh
|
Kurus dan ramping
|
Gizi cukup
|
Diameter AP dada
|
Dada seperti tong
|
Tidak membesar
|
Gambaran respirasi
|
Hyperventilasi
|
hypoventilasi
|
Volume Paru
|
FEV 1 rendah
TLC dan RV meningkat
|
FEV 1 rendah
TLC normal RV meningkat moderat
|
Pa O2
Sa O 2
|
Norml/rendah
normal
|
Meningkat
Desaturasi
|
Polisitemia
|
normal
|
Hb dan Hematokrit meningkat
|
Sianosis
|
Jarang
|
sering
|
Managemen Medis
Intervensi medis bertujuan untuk :
1)
Memelihara kepatenan jalan
nafas dengan menurunkan spasme bronkus dan membersihkan secret yang berlebihan
2)
Memelihara keefektifan
pertukaran gas
3)
Mencegah dan mengobati infeksi
saluran pernafasan
4)
Meningkatkan toleransi latihan.
5)
Mencegah adanya komplikasi
(gagal nafas akut dan status asmatikus)
6)
Mencegah allergen/iritasi jalan
nafas
7)
Membebaskan adanya ansietas dan
mengobati depresi yang sering menyertai adanya obstruksi jalan nafas kronis.
Managemen medis yang diberikan berupa
1)
Pharmacologic management
a)
Anti inflamasi (
kortikosteroid, sodium kromolin dll)
b)
Bronkodilator
Adrenergik :
efedrin, epineprin, beta adrenergik agonis selektif
Non adrenergik :
aminophilin, tefilin
c)
Antihistamin
d)
Steroid
e)
Antibiotic
f)
Ekspektoran
Oksigen digunakan
3 l/m dengan cannula nasal.
2)
Hygiene Paru.
Bertujuan untuk
membersihkan sekret dari paru-paru dan kemudian meningkatkan kerja silia dan
menurunkan resiko infeksi.
Dilaksanakan
dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase
3)
Exercise
Bertujuan untuk
mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot skeletal agar lebih efektif.
Dilaksanakan
dengan jalan sehat.
4)
Menghindari bahan iritans
Penyebab iritans
jalan nafas harus dihindari seperti asap rokok dan perlu juga mencegah adanya
alergen yang masuk tubuh.
5)
Diet
Klien sering mengalami kesulitan
makan karena adanya dipsnea. Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik
daripada makan langsung banyak.
Management Keperawatan
Pengkajian :
1.
Riwayat atau faktor penunjang :
-
Merokok merupakan faktor
penyebab utama.
-
Tinggal atau bekerja di area
dengan polusi udara berat.
-
Riwayat alergi pada keluarga
-
Riwayat Asthma pada anak-anak.
2.
Riwayat atau adanya faktor
pencetus eksaserbasi :
-
Alergen.
-
Stress emosional.
-
Aktivitas fisik yang
berlebihan.
-
Polusi udara.
-
Infeksi saluran nafas.
3.
Pemeriksaan fisik :
a.
Manifestasi klinik Penyakit
Paru Obstruktif Kronik :
·
Peningkatan dispnea.
·
Penggunaan otot-otot aksesori
pernafasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas
cuping hidung).
·
Penurunan bunyi nafas.
·
Takipnea.
b.
Gejala yang menetap pada
penyakit dasar
Ø
Asthma
v Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada
seperti terikat.
v Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa
stetoskop.
v Pernafasan cuping hidung.
v Ketakutan dan diaforesis.
Ø
Bronkhitis
v Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang
biasanya terjadi pada pagi hari.
v Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.
v Sesak nafas
Ø
Bronkhitis (tahap lanjut)
v Penampilan sianosis
v Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema
asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).
Ø
Emphysema
v Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter thoraks
anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
v Fase ekspirasi memanjang.
Ø
Emphysema (tahap lanjut)
v Hipoksemia dan hiperkapnia.
v Penampilan sebagai “pink puffers”
v Jari-jari tabuh.
4.
Pemeriksaan diagnostik
§
Test faal paru
1)
Kapasitas inspirasi menurun
2)
Volume residu : meningkat pada
emphysema, bronkhitis dan asthma
3)
FEV1 selalu menurun = derajat
obstruksi progresif Penyakit Paru Obstruktif Kronik
4)
FVC awal normal ® menurun pada bronchitis dan astma.
5)
TLC normal sampai meningkat
sedang (predominan pada emphysema).
§
Transfer gas (kapasitas
difusi).
Pada Penyakit
Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.
Pada emphysema :
area permukaan gas menurun.
¯
Transfer gas
(kapasitas difusi).menurun
§
Darah :
Hb dan Hematokrit meningkat pada
polisitemia sekunder.
Jumlah darah
merah meningkat
Eo dan total IgE
serum meningkat.
Analisa Gas
Darah ® gagal nafas kronis.
Pulse oksimetri ® SaO2 oksigenasi menurun.
Elektrolit
menurun oleh karena pemakaian deuritika pada cor pulmunale.
§
Analisa Gas Darah
PaO2
menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
§
Sputum :
Pemeriksaan
gram kuman/kultur adanya infeksi
campuran.
Kuman patogen
>> :
Streptococcus
pneumoniae.
Hemophylus
influenzae.
Moraxella
catarrhalis.
§
Radiologi :
Thorax foto (AP dan lateral).
Hiperinflasi
paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru-paru.
Pada emphysema
paru :
Ø
Distensi >
Ø
Diafragma letak rendah dan
mendatar.
Ø
Ruang udara retrosternal >
(foto lateral).
Ø
Jantung tampak memanjang dan
menyempit.
§
Bronkogram : menunjukkan
dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
§
EKG.
Kelainan EKG
yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat Kor
Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II, III
dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio
R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5.
Lain-lain perlu dikaji Berat
badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.
Aktivitas dan Istirahat
|
|
Gejala
|
Keletihan, kelelahan, malaise
|
|
Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernafas. Perlu tidur dalam posisi duduk cukup
tingi. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan
|
Tanda
|
Kelelahan, gelisah, insomnia, kelemahan
umum/kehilangan masa otot
|
Sirkulasi
|
|
Gejala
|
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
|
Tanda
|
Peningkatan tekanan darah. Peningkatan
frekuensi jantung
Distensi vena leher, sianosis perifer
|
Integritas ego
|
|
Gejala/tanda
|
Ansietas, ketakutan dan peka rangsang
|
Makanan/cairan
|
|
Gejala
|
Mual/muntah, Nafsu makan menurun,
ketidakmampuan makan karena distress pernafasan
Penurunanan BB menetap (empisema) dan
peningkatan BB karena edema (Bronkitis)
|
Tanda
|
Turgor kulit buruk, edema, berkeringat,
penurunan BB, penurunan massa otot
|
Hygiene
|
|
Gejala
|
Penurunan Kemampuan/peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas tubuh
|
Tanda
|
Kebersihan buruk, bau badan
|
Pernafasan
|
|
Gejala
|
Nafas pendek, khususnya pada saat kerja,
cuaca atau episode serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk
bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama 3 bulan
berturut-turut selam 3 tahun sedikitnya 2 tahun. Sputum hijau, putih, kuning
dengan jumlah banyak (bronchitis)
Episode batuk hilang timbul dan tidak
produktif (empisema),
Riwayat Pneumonia, riwayat keluarga
defisiensi alfa antitripsin
|
Tanda
|
Respirasi cepat dangkal, biasa melambat,
fas ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (empisema)
Pengguanaan otot Bantu pernafasan, Dada
barell chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redup
Perkusi hypersonor pada area paru (udara
terjebak, dan dapat juga redup/pekak karena adanya cairan).
Kesulitan bicara 94 – 5 kalimat 0
Sianosis bibir dan dasar kuku, jari
tabuh.
|
Seksualitas
|
Libido menurun
|
Interaksi sosial
|
|
Gejala
|
Hubungan ketergantungan, kurang sisitem
pendukung
|
tanda
|
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan antar keluarga
|
Diagnosa keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan pembatasan jalan nafas, kelelahan otot pernafasan,
peningkatan produksi mukus atau spasme bronkus.
2.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan batuk, peningkatan produksi
mukus/peningkatan sekresi lendir
3.
Gangguan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi
sekunder terhadap peningkatan kerja pernafasan atau kesulitan masukan oral
sekunder dari anoreksia.
4.
Cemas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adequatnya immunitas tubuh
6.
Kurang pengetahuan berhu bungan
dengankurang informasi
Perencanaan
Perencanaan
meliputi penyusunan prioritas, tujuan dan kriteria hasil dari masing-masing
masalah yang ditemukan.
Tujuan Penatalaksanaan
·
Mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup.
·
Pemeliharaan fungsi paru yang
optimal dalam waktu singkat dan panjang.
·
Pencegahan dan penanganan
eksaserbasi.
·
Mengurangi perburukan fungsi
paru setiap tahunnya.
Kriteria Keberhasilan :
·
Berkurangnya gejala sesak
nafas.
·
Berkurangnya frekuensi dan
lamanya eksaserbasi.
·
Membaiknya faal paru.
·
Menurunnya gejala psikologik
(depresi, kecemasan).
·
Memperbaiki kualitas hidup.
·
Dapat melakukan aktifitas
sehari-hari.
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan pembatasan jalan nafas, kelelahan otot pernafasan, peningkatan
produksi mukus atau spasme bronkus.
|
Klien mampu menunjukkan perbaikan
oksigenasi.
Kriteria hasil
1.
Gas arteri dalam batas normal
2.
Warna kulit perifer membaik
(tidak cianosis)
3.
RR : 12 – 24 x /menit
4.
Bunyi nafas bersih
5.
Batuk (-)
6.
Ketidaknyamanan dada (–)
7.
Nadi 60 – 100 x/menit
8.
Dyspnea (–)
|
1.
Observasi status pernafasan,
hasil gas darah arteri, nadi dan nilai oksimetri
2.
Awasi perkembangan membran
mukosa / kulit (warna)
3.
Observasi tanda vital dan
status kesdaran.
4.
Evaluasi toleransi aktivitas
dan batasi aktivitas klien
5.
Berikan oksigenasi yang telah
dilembabkan
6.
Pertahankan posisi fowler
dengan tangan abduksi dan disokong dengan bantal atau duduk condong ke depan
dengan ditahan meja.
7.
Kolaborasi untuk
a.
Berikan obat yang telah
diresepkan
b.
Berikan obat depresan saraf
dengan hati-hati (sedatif/narkotik).
|
1.
Memantau perkembangan
kegawatan pernafasan
2.
Gangguan Oksigenasi perifer
tampak cianosis
3.
Menentukan status pernafasan
dan kesadaran
4.
Mengurangi penggunaan energi
berlebihan yang membutuhkan banyak Okigen
5.
Memenuhi kebutuhan oksiegen
6.
Meningkatkan kebebasan suplay
oksiegn
7.
Obat depresan akan mendepresi
system pernafasan dan menyebabkan gagal nafas
|
2.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan batuk, peningkatan produksi
mukus/peningkatan sekresi lendir
|
Klien dapat mening-katkan bersihan jalan
nafas
Kriteria hasil
1.
Mampu mendemonstrasikan batuk
terkontrol
2.
Intake cairan adekuat
|
1.
Kaji kemampuan klien untuk
memobilisasi sekresi, jika tidak mampu :
a.
Ajarkan metode batuk
terkontrol
b.
Gunakan suction (jika perlu
untuk mengeluarkan sekret)
c.
Lakukan fisioterapi dada
2.
Secara rutin tiap 8 jam
lakukan auskultasi dada untuk mengetahui kualitas suara nafas dan
kemajuannya.
3.
Berikan obat sesuai dengan
resep; mukolitik, ekspektorans
4.
Anjurkan minum kurang lebih 2
liter per hari bila tidak ada kontra indikasi
5.
Anjurkan klien mencegah
infeksi / stressor
a.
Cegah ruangan yang ramai
pengunjung atau kontak dengan individu yang menderita influenza
b.
Mencegah iritasi : asap rokok
c.
Imunisasi : vaksinasi
Influensa.
|
1.
Memantau tingkat kepatenan
jalan nafas dan meningkatkan kemampuan klien merawat diri /
membersihkan/membebaskan jalan nafas
2.
Memantau kemajuan bersihan
jalan nafas
3.
Mengencerkan secret agar
mudah dikeluarkan
4.
mengencerkan sekert
5.
Menghindarkan bahan iritan
yang menyebabkan kerusakan jalan nafas
|
3.
Gangguan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan intake
nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja pernafasan, kesulitan masukan
oral sekunder dari anoreksia
|
Klien akan menunjukkan kemajuan/peningkatan
status nutrisi
Kriteria hasil
a.
Klien tidak mengalami
kehilangan BB lebih lanjut
b.
Masukan makanan dan cairan
meningkat
c.
Urine tidak pekat
d.
Output urine meningkat.
e.
Membran mukosa lembab
f.
Kulit tidak kering
g.
Tonus otot membaik
|
1.
Kaji kebiasaan diit. Catat
derajat kesulitan makan/masukan. Evaluasi BB
2.
Berikan perawaatan oral
3.
Hindari makanan penghasil gas
dan minuman karbont
4.
Sajikan menu dalam keadaan
hangat
5.
Anjurkan makan sedikit tapi
sering
6.
Kolaborasi tim nutrisi untuk
menentukan diit
|
1.
Pasien distress pernafasan
sering anoreksia. Dan juga sering mempunyai pola makan yang buruk. Sehingga
cenderung Bb menurun
2.
kebersihan oral menhilangkan
bakteri penumbuh bau mulut dan eningkatkan rangsangan /nafsu makan
3.
menimbulkan distensi abdomen
dan meningkatkan dispnea
4.
Menu hangat mempenga-ruhi
relaksasi spingkter / saluran pencrnaan shg respon mual/muntah berkurang
5.
menegah perut penuh dan
menurunkan resiko mual
6.
Menentukan diit yang tepat
sesuai perhitungan ahli gizi
|
4.
Cemas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
|
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
1.
Klien mengungkapkan bahwa ia
tidak cemas.
2.
Ekspresi wajah rileks.
3.
RR : 12 – 24 X / menit.
4.
N : 60 - 100 X / menit
|
1.
Kaji tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien.
2.
Beri kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3.
Lakukan pendekatan kepada
klien dengan tenang dan meyakinkan dan hindari pemberian informasi atau
instruksi yang bertele-tele dan terus menerus.
4.
Berikan penjelasan yang
sederhana dan singkat tentang tujuan intervensi dan pemeriksaan diagnostik
serta anjurkan kepada klien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
5.
Berikan keyakinan pada pasien
bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan
pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6.
Berikan kesempatan pada
keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
7.
Ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman.
|
1.
Untuk menentukan tingkat
kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi
yang cepat dan tepat.
2.
Dapat meringankan beban
pikiran pasien.
3.
Agar terbina rasa saling
percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
4.
Penjelasan yang sederhana dan
singkat tentang tujuan intervensi dan pemeriksaan diagnostik serta anjurkan
kepada klien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan dapat mengurangi
beban pikiran pasien.
5.
Sikap positif dari tim
kesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6.
Pasien akan merasa lebih
tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.
Lingkung yang tenang dan
nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
|
daftar pustaka
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar –
Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press. Surabaya.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical
Nursing A Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan
keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien.
EGC.Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar