BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki
peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Efusi
pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan Efusi
pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya
lebih merupakan symptom atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana
kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson,
MD, 1995, Waspadji Sarwono (1999, 786)
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung,
adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang
berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni,
syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh,
1998, 68)
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan,
kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas, expansi paru akan terganggu
dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non produktif bahkan akan
terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas. Kondisi-kondisi
tersebut diatas tidak jarang menyebabkan kematian pada penderita efusi pleura.
Berdasarkan data dari medical record di UPF ilmu penyakit paru RSUD
Dr. Soetomo tahun 1998, didapatkan data
bahwa effusi pleura menduduki peringkat kedua setelah TB paru dengan jumlah
kasus yang datang sebanyak 364 orang dan angka mortalitasnya mencapai 26 orang.
Sedangkan tahun 1999 menduduki peringkat ke lima dengan angka mortalitasnya
mencapai 31 orang dan prosentase 8,0% dari 387 kasus efusi pleura yang ada,
sementara tahun 2000 mencapai 7,65% dari 366 kasus efusi pleura dan menduduki
peringkat kedua setelah TB paru atau angka mortalitasnya mencapai 38 orang,
(medical record RSUD Dr Soetomo tahun 2000).
Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual
maupun potensial akibat adanya efusi pleura antara lain adalah ketidak
efektifan pola nafas, gangguan rasa nyaman, gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
dan istirahat, kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, gangguan pemenuha
kebutuhan nutrisi yang menyebabkan penurunan berat badan pasien serta masih
banyak lagi permasalahan lain yang mungkin timbul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
KONSEP DASAR
1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF
ilmu penyakit paru, 1994, 111).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
masalah
a.
Anatomi
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk
kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah
dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah
tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru
dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam
dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan
parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut
berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan
tersebut.
b.
Fisiologi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti
“bernafas lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2)
serta mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi
penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang
vital bagi kehidupan.
Proses
respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1)
Ventilasi
Adalah proses
pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2 tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi
terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang
menyebabkan volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan
udara masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu
pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot expirasi
relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra
pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga
udara keluar dari paru.
2)
Pertukaran gas di dalam alveol
dan darah.
3)
Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan darah (aliran darah).
4)
Pertukaran gas antara darah
dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta
pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H,
Abdul Moekty, 1995, 15).
Permukaan rongga pleura
berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson,
MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong
diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan
yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur
(Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa
menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut
akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis
disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan
absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai
ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan
merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).
c.
Etiologi
Berdasarkan
jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif
(gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi,
TB, preumonia dan sebagainya, tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat
disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
infark paru, tuberkulosis.
4) Berdasarkan lokasi cairan
yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang
unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini
:Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
d.
Patofisiologi
Dalam keadaan
normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di
rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila
tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif
intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura
berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura.
Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari
rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik
kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4)
infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari
rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran
protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc,
1997, 623-624).
2.
Dampak Masalah
a.
Dampak masalah terhadap
individu
Sebagaimana
penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan mengalami suatu
perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan
dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan.
Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun
adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang
lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya
akumulasi cairan di kavum pleura.
b.
Dampak masalah terhadap
keluarga
Pada umumnya
keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi
kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga
keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi
cemas dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam keluarga pasien
kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana perawatannya.
Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi
pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang
rendah.
Secara langsung
peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan bahkan gangguan selama
pasien dirawat di rumah sakit.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu
perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi
masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi
satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang
membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
1.
Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a.
Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b.
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca
paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f.
Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.
g.
Pengkajian Pola-Pola Fungsi
Kesehatan
1)
Pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya
lemah.
3)
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4)
Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
5)
Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
6)
Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan
dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7)
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang
awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya.
8)
Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
9)
Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
10)
Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
h.
pemeriksaan fisik
1)
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi
badan berat badan pasien.
2)
Sistem Respirasi
Inspeksi pada
pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus
kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal
menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi
redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi
penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e
artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf
H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
3)
Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk
menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan
teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran
jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
4)
Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain
itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk
mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik,
adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesika urinarta, tumor).
5)
Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma.
refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu
fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
6)
Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7)
Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat
adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa
mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit
(halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang.
i.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil
pemeriksaan medis dan laboratorium
1.
Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi
maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat.
Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada
effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak tumpul, diafragma
kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari
sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan
bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
2.
Biopsi Pleura
Biopsi ini
berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur
percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor
pleura) (Soeparman, 1990, 788).
j.
Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan
cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a.
Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia
effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein
dalam effusi 9/dl < 3 >
3
Kadar protein
dalam effusi < 0,5 >
0,5
Kadar protein
dalam serum
Kadar LDH dalam
effusi (1-U) < 200 >
200
Kadar LDH dalam
effusi < 0,6 >
0,6
Kadar LDH dalam
serum
Berat jenis
cairan effusi < 1,016 >
1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping
pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :
-
Kadar pH dan glukosa. Biasanya
merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
-
Kadar amilase. Biasanya
meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990,
787).
b.
Analisa cairan pleura
-
Transudat : jernih, kekuningan
-
Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
-
Hilothorax : putih seperti susu
-
Empiema : kental dan keruh
-
Empiema anaerob : berbau busuk
-
Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c.
Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000
(mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark
paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma,
keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis
nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3
cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat
mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya
50 - 60 % kasus- kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi
cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff
Hood, 1995 : 147,148)
d.
Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa
sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi
pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.
2.
Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari
hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan
menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura
antara lain :
1.
Ketidakefektifan pola
pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
3.
Cemas sehubungan dengan adanya
ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
4.
Gangguan pola tidur dan
istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan
suasana lingkungan Barbara Engram).
5.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
3.
Perencanaan
Setelah merumuskan
diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan
dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)
1.
Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan
pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien
mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil
: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana
tindakan :
a.
Identifikasi faktor penyebab.
Rasional :
Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.
Kaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c.
Baringkan pasien dalam posisi
yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90
derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d.
Observasi tanda-tanda vital
(suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e.
Lakukan auskultasi suara nafas
tiap 2-4 jam.
Rasional :
Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f.
Bantu dan ajarkan pasien untuk
batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau
nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih
efektif.
g.
Kolaborasi dengan tim medis
lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2.
Diagnosa Keperawatan II
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi
lebih 40 % jumlah makanan, berat badan
normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana
tindakan :
a.
Beri motivasi tentang
pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama,
ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b.
Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
pencernaan.
c.
Lakukan oral hygiene setiap
hari.
Rasional : Bau
mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d.
Sajikan makanan semenarik
mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat
meningkatkan nafsu makan.
e.
Beri makanan dalam porsi kecil
tapi sering.
Rasional :
Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan
reflek.
f.
Kolaborasi dengan tim gizi
dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan
metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g.
Kolaborasi dengan dokter atau
konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin
dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake
diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam
tubuh.
3.
Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau
ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara
normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien
tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali
permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana
tindakan :
a.
Berikan posisi yang
menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan
mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional :
pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama
dalam perawatan.
a.
Ajarkan teknik relaksasi
Rasional :
Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
b.
Bantu dalam menggala sumber
koping yang ada.
Rasional :
Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress.
c.
Pertahankan hubungan saling
percaya antara perawat dan pasien.
Rasional :
Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
d.
Kaji faktor yang menyebabkan
timbulnya rasa cemas.
Rasional :
Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e.
Bantu pasien mengenali dan
mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa
cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik,
perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
4.
Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola
tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan
kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a.
Beri posisi senyaman mungkin
bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b.
Tentukan kebiasaan motivasi
sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur
akan mengganggu proses tidur.
c.
Anjurkan pasien untuk latihan
relaksasi sebelum tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d.
Observasi gejala kardinal dan
keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan
terhadap kondisi pasien.
5.
Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal
mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas
secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien
cukup.
Rencana tindakan :
a.
Evaluasi respon pasien saat
beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan
tanda-tanda vital.
Raasional :
Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
a.
Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
b.
Awasi Px saat melakukan
aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan
selanjutnya.
c.
Libatkan keluarga dalam
perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara
penuh.
d.
Jelaskan pada pasien tentang
perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
e.
Motivasi dan awasi pasien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6.
Diagnosa Keperawatan VI
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga
tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
a.
Px dan keluarga menyatakan
pemahaman penyebab masalah.
b.
PX dan keluarga mampu
mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
c.
Px dan keluarga mengikuti
program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk
mencegah terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
a.
Kaji patologi masalah individu.
Rasional :
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar
untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b.
Identifikasi kemungkinan kambuh
atau komplikasi jangka panjang.
Rasional :
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan
dapat meningkatkan insiden kambuh.
c.
Kaji ulang tanda atau gejala
yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena,
distress pernafasan).
Rasional :
Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
d.
Kaji ulang praktik kesehatan
yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional :
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.
4.
Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap
implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul
pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
5.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar
H, dkk, 1989).
Kriteria dalam
menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a.
Mampu mempertahankan fungsi
paru secara normal.
b.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c.
Tidak terjadi gangguan pola
tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d.
Dapat memenuhi kebutuhan
perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e.
Menunjukkan pengetahuan dan
gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga
dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
f.
Mampu menerima keadaan sehingga
tidak terjadi kecemasan.
g.
Menunjukkan pengetahuan tentang
tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi
kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum
minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi
penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga
University Press, Surabaya ; 1995
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek
Klinik Edisi 6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC,;1995
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan
Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC
; 1995
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999
Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17,
Jakarta EGC ; 1998
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat,
Jakarta EGC ; 1995
Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik
Paru, Surabaya; 1994
Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990
Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ;
1999
/.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994
B.AC,Syaifudin, Anatomi
dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992
Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990
Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ;
1998
Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar