LAPORAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada trauma (luka tusuk di dada),
biasanya disebabkan oleh benda tajam, bila
tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru.
Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan
kuat ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi
peradarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga
paru-paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan mengempis.
Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan
gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Kartono, M. 1991).
B. Konsep Dasar.
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari
tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
- Depan :
Sternum dan tulang iga.
- Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
- Samping :
Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
- Bawah :
Diafragma
- Atas :
Dasar leher.
Isi :
ò Sebelah
kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus
pleuranya.
ò Mediatinum
: ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung
dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika
dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar
limfe (Pearce, E.C., 1995).
Gambar
Rongga Thoraks :
- Patofisiologi
- Bullow Drainage /
WSD
Pada
trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan
perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan
perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b. Terapi :
Mengeluarkan
darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan
udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
- Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di
bagian masuknya slang.
Mendeteksi
di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak
boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit
dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh
dokter.
Dalam perawatan yang
harus diperhatikan :
-
Penetapan slang.
Slang
diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa
enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
c. Mendorong berkembangnya
paru-paru.
ò Dengan
WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
ò Latihan
napas dalam.
ò Latihan
batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
ò Kontrol
dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
d. Perhatikan keadaan dan
banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.
Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan.
e. Suction harus berjalan
efektif :
Perhatikan
setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam
selama 24 jam setelah operasi.
ò Perhatikan
banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
ò Perlu
sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang
baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2
duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal :
slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang
slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
d. Perawatan
"slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1)
Cairan dalam botol WSD
diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2)
Setiap hendak mengganti
botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari
bullow drainage.
3)
Penggantian botol harus
"tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem"
slang pada dua tempat dengan kocher.
4)
Setiap penggantian
botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5)
Penggantian harus juga
memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6)
Cegah bahaya yang
menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol
terjatuh karena kesalahan dll.
- Dinyatakan berhasil, bila :
a.
Paru sudah mengembang
penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b.
Darah cairan tidak
keluar dari WSD / Bullow drainage.
c.
Tidak ada pus dari
selang WSD.
- Pemeriksaan Penunjang :
a.
Photo toraks
(pengembangan paru-paru).
b.
Laboratorium (Darah
Lengkap dan Astrup).
- Terapi :
a.
Antibiotika..
b.
Analgetika.
c.
Expectorant.
C. Pengkajian :
Point yang penting dalam
riwayat keperawatan :
1.
Umur : Sering terjadi
usia 18 - 30 tahun.
2.
Alergi terhadap obat,
makanan tertentu.
3.
Pengobatan terakhir.
4.
Pengalaman pembedahan.
5.
Riwayat penyakit dahulu.
6.
Riwayat penyakit
sekarang.
7.
Dan Keluhan.
Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
ò Sesak
napas
ò Nyeri,
batuk-batuk.
ò Terdapat
retraksi klavikula/dada.
ò Pengambangan
paru tidak simetris.
ò Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
ò Adanya
suara sonor/hipersonor/timpani.
ò Bising
napas yang berkurang/menghilang.
ò Pekak
dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
ò Dispnea
dengan aktivitas ataupun istirahat.
ò Gerakan
dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
ò Nyeri
dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
ò Takhikardia,
lemah
ò Pucat,
Hb turun /normal.
ò Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
ò
Tidak ada kelainan.
4.
Sistem
Perkemihan.
ò
Tidak ada kelainan.
- Sistem Pencernaan :
ò
Tidak ada kelainan.
- Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
ò
Kemampuan sendi
terbatas.
ò
Ada luka bekas tusukan
benda tajam.
ò
Terdapat kelemahan.
ò
Kulit pucat, sianosis,
berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
- Sistem Endokrine :
ò
Terjadi peningkatan
metabolisme.
ò
Kelemahan.
- Sistem Sosial / Interaksi.
ò
Tidak ada hambatan.
- Spiritual :
ò
Ansietas, gelisah,
bingung, pingsan.
10. Pemeriksaan Diagnostik :
ò
Sinar X dada :
menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
ò
Pa Co2 kadang-kadang
menurun.
ò
Pa O2 normal / menurun.
ò
Saturasi O2 menurun
(biasanya).
ò
Hb mungkin menurun
(kehilangan darah).
ò
Toraksentesis :
menyatakan darah/cairan,
Diagnosa Keperawatan :
1.
Ketidakefektifan pola
pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.
Inefektif bersihan jalan
napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan.
3.
Perubahan kenyamanan :
Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.
Gangguan mobilitas fisik
b/d ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5.
Potensial Kolaboratif :
Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6.
Kerusakan integritas
kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7.
Resiko terhadap infeksi
b/d tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
D. Intevensi Keperawatan :
1.
Ketidakefektifan pola
pernapasan b/d ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan :
Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
ò Memperlihatkan
frekuensi pernapasan yang efektive.
ò Mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
ò Adaptive
mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
a.
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit.
b.
Obsservasi fungsi
pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
R/
Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan
dengan hipoksia.
c.
Jelaskan pada klien
bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.
Jelaskan pada klien
tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
e.
Pertahankan perilaku
tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat
dan dalam.
R/
Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
f.
Perhatikan alat bullow
drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1)
Periksa pengontrol
penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/
Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2)
Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada
batas yang ditentukan.
R/
Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir
masuk ke area pleural.
3)
Observasi gelembung
udara botol penempung.
R/
gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan
ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat
menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4)
Posisikan sistem
drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi
dranase bela perlu.
R/
Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah
tekanan negative yang diinginkan.
5)
Catat karakter/jumlah
drainage selang dada.
R/
Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.
g.
Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain :
1)
Dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi.
ò Pemberian
antibiotika.
ò Pemberian
analgetika.
ò Fisioterapi
dada.
ò Konsul
photo toraks.
R/Mengevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2.
Inefektif bersihan jalan
napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
ò Menunjukkan
batuk yang efektif.
ò Tidak
ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
ò Klien
nyaman.
Intervensi :
a.
Jelaskan klien tentang
kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
R/
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
b.
Ajarkan klien tentang
metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/
Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
1)
Napas dalam dan perlahan
saat duduk setegak mungkin.
R/
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2)
Lakukan pernapasan
diafragma.
R/
Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
3)
Tahan napas selama 3 -
5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4)
Lakukan napas ke dua ,
tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/
Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c.
Auskultasi paru sebelum
dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
d.
Ajarkan klien tindakan
untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
e.
Dorong atau berikan
perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/
Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
ò Pemberian
expectoran.
ò Pemberian
antibiotika.
ò Fisioterapi
dada.
ò Konsul
photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan
mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
3.
Perubahan kenyamanan :
Nyeri akut b/d trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
Tujuan :
Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
ò Nyeri
berkurang/ dapat diadaptasi.
ò Dapat
mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
ò Pasien
tidak gelisah.
Intervensi :
a.
Jelaskan dan bantu klien
dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1)
Ajarkan Relaksasi :
Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan
intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/
Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2)
Ajarkan metode distraksi
selama nyeri akut.
R/
Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b.
Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur,
belakangnya dipasang bantal kecil.
R/
Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
c.
Tingkatkan
pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri,
dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.
Kolaborasi denmgan
dokter, pemberian analgetik.
R/
Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e.
Observasi tingkat nyeri,
dan respon motorik klien, 30 menit
setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1
- 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/
Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta :
Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta :
EGC.
Hudak,
C.M. (1999) Keperawatan Kritis.
Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar