BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya
dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien
kecemasannya meningkat dalam merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di
dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai
ancaman/bahaya dari luar.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang
Melati II RSJPJ sebagai lahan praktek, diperoleh data bahwa 75 % klien yang
rawat ulang. Masalah asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik diri,
curiga, halusinasi dan ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah-masalah yang
ditemukan, pembahasan mengenai asuhan
keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan fenomena tersebut,
kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan dalam bentuk
seminar dengan topik ”Asuhan Keperawatan
Klien dengan Curiga”
b.
Tujuan Penulisan.
Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan
seminar dan menulis laporan studi kasus adalah :
·
Mengerti
asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang benar.
·
Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga
·
Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah
dilakukan kepada klien .
c.
Proses Penulisan.
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan
menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan cara
observasi, wawancara dan peran serta langsung klien dalam kegiatan yang ada
diruangan. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan, setelah
penemuan masalah dibuat perancanaan dan dilaksanakan serta dilakukan eveluasi
kemudian diseminarkan.
BAB
III
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Proses terjadinya masalah.
Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya
dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi dengan
orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi
terhadap perasaan ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien
kecemasannya meningkat dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra
personal dan inter personal. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan
diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/ bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus
untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga terhadap
orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan prilaku agresif sebagaimana yang
muncul pada klien atau klien mungkin menggunakan mekanisme pertahanan yang lain
seperti reaksi formasi melawan agresifitas, ketergantungan , afek tumpul,
denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.
Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya
trust pada masa bayi . Tidak terpenuhinya
karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang otoriter, suasana yang
kritis dalam keluarga, tuntutan lingkungan yang tinggi terhadap penampilan anak
serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan demikian anak akan menggunakan
mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga dirinya atau dia akan mengembangkan
tujuan yang tidak jelas.
Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi
dari prilaku curiga adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien
merupakan anak angkat dari keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak.
Klien menjadi anak kesayangan ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa
rejeki keluarga. Sejak kelahiran adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa
tersisih dan tidak diperhatikan, merasa tidak nyaman, sehingga klien merasa
terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak itu klien tidak percaya pada orang
lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke
RS jiwa.
B.
Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga.
Masalah
yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan yang timbul
akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya diri
terhadap lingkungan yang baru/asing (masalah ini tidak muncul pada klien G).
Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu marah, timbul
sebagai proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah
ini muncul pada klien ).
Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada
diri klien. Klien menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan .
Curiga merupakan afek dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien
menunjukan bingung peran, kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif
dan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini
ada pada diri klien.
Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri
dan data yang diperoleh : klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak
mandi, tidak mau gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotor dan
panjang. (masalah ini ada pada diri klien)
Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana
klien mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku
menarik diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada pada diri klien)
Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya
mengira makanan itu beracun atau petugas mungkin sudah memasukkan obat-obatan
ke dalam minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum. (masalah ini tidak ada
pada diri klien)
BAB
IV
PELAKSANAAN
PROSES KEPERAWATAN
Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah
yang timbul pada klien. Pada bab ini akan menyampaikan secara singkat mengenai
pelaksanaan proses keperawatan yang meliputi : Diagnosa Keperawatan, Tujuan
jangka panjang, Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses
keperawatan secra lengkap ada pada lampiran.
Diagnosa
keperawatan I
Potensial melukai diri
sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien mengungkapkan marah secara
konstruktif.
Tupan : Tidak melukai orang
lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Intervensi :
1. Membina hubungan
saling percaya dengan klien .
2. Memelihara
ketengann lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.
3. Mempertahan kan
sikap perwat secara konsisten.
4. Mendorong klien
untuk mengungkapkan hal-hal yang
menyebabkan klien marah.
5. Mendiskusikan
dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada orang yang sedang
marah.
6. Mendorong klien
untuk mengatakan cara-cara yang dilekukan bila klien marah.
7. Mendiskusikan
dengan klien cara mengungkapkan marah secara konstruktif.
8. Mendiskusikan
dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) ttg marah pada klien , apa yang
sudah dilakukan bila klien marah dirumah bila klien cuti.
Evaluasi :
·
Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan
membalas salam.
·
Berespon secara verbal.
·
Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.
·
Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.
·
Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.
·
Klien megatakan kalau amuk itu tidak baik.
·
Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.
Tindak lanjut :
·
Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif
dengan tehnik relaksasi, tehnik asertif.
Diagnosa
keperawatan II
Gangguan hubungan sosial;
menarik diri sehubungan dengan curiga.
Intervensi :
1. Membina hubungan
saling percaya.
2. Bersikap empati
pada klien.
3. Mengeksplorasi
penyebab kecurigaan pada klien .
4. Mengadakan kontak
sering dan singkat.
5. Meningkat respom
klien terhadap realita.
6. Memberikan obat
sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon klien.
7. Mengikut sertakan
klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.
Evaluasi :
·
Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.
·
Klien disiplin
dalam meminum obat sesuai program terapi.
Tindak lanjut:
·
Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien
untuk mengurangi kecurigaan.
Diagnosa Keperawatan III
Penampilan diri kurang s/d
kurang minat dalam kebersihan diri.
Tupan : Penampilan klien
rapih dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan diri.
Intervensi :
1. Memperhatikan
tentang kebersihan klien .
2. Mendiskusikan
dengan klien ttg gunanya kebersihan.
3. Memberikan
reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.
4. Mendorong klien
untuk mengurus kebersihan diri.
Tindak lanjut :
·
Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan
sehari-hari.
·
Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.
BAB
V
PEMBAHASAN
Ibu D ( 20 tahun
), dari data yang diketahui mengalami masalah halusinasi fase III , dengan
masalah lain yaitu menarik diri, penampilan diri tidak adequat, tidak mampu mengungkapkan marah secara konstruktif. Prioritas
pemecahan masalah yang diatasi secara berurutan adalah; menarik diri, halusinasi dan penampilan diri
tidak adequat.
Menarik diri diutamakan karena setelah terciptanya hubungan saling percaya klien mau
membuka diri pada perawat, selanjutnya barulah dapat diintervensi masalah selanjutnya secara bersama-sama.
Dibawah ini akan dibahas satu persatu proses pemberian
asuhan keperawatan berdasarkan masalah keperawatan klien ibu D.
1. Menarik diri.
Pada awalnya klien menolak untuk berhubungan.
Pada saat itu perawat menggunakan
rencana tindakan yang telah dibuat
seperti melakukan teknik-teknik
komunikasi terapeutik, bersikap menerima kondisi klien, dan lain-lain sesuai
rencana tindakan.
Dengan segala kesabaran
akhirnya secara bertahap klien mau membuka diri. Klien
bercerita tentang kondisinya,
perasaannya, problema rumah tangganya, serta harapannya. Dengan pendekatan
intensif klien lebih dapat mempercayai
perawat. Dengan modal kepercayaan tersebut klien mudah untuk diarahkan. Klien belajar berhubungan dengan lingkungan
sekitar seperti dengan klien yang lain,
perawat yang lain. Klien juga dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok : sosialisasi dengan respon yang sangat
baik klien memperkenalkan diri, menyebutkan alamat, hobi dan lain-lain.
Belakangan ini diketahui klien telah mempunyai teman akrap ( klien lain ) dalam satu ruangan. Dengan demikian
penyelesaian masalah sampai akhir mahasiswa praktek dapat dikatakan berhasil.
2. Haluxsinasi.
Halusinasi terkaji
sejak pertemuan awal, yang mana
klien sering bicara dan tertawa
sendiri dan tampak mendengarkan sesuatu
( memasang kupingnya ) dengan mata
menatap pada satu arah. Namun saat dikaji lebih jauh dengan menanyakan
apakah klien mendengar sesuatu, kilen mengatakan tidak, dan hal ini tidak dapat
terkaji hingga akhir praktek. Dengan adanya
tingkah laku klien saat berbicara
dan tertawa sendiri telah menunjukkan adanya halusinasi dengar, dibuatlah rencana tindakan yang kemudian
diimplementasikan sebagai berikut
: memutuskan halusinasi klien dengan
cara kontak sering tapi singkat, teknik distraksi, dan lain-lain sesuai
dengan apa yang direncanakan. Kondisi
yang sering berubah-ubah ( data tentang
halusinasiny a ) membuat tindakanpun
sering tak berurutan namun disesuaikan
dengan masalah klien. Sekitar 5 minggu
dilakukan intervensi, klien tidak lagi menunjukkan tingkah laku halusinasi yang sering, yang
mana klien sudah dapat menceritakan tentang keluarganya, perasaannya dan
lain-lain dengan tingkah laku yang
tenang. Hanya kadang-kadang tingkah laku itu muncul jika klien duduk
menyendiri, dan saat ditanya dengan
siapa klien berbicara klien mengatakan tidak tahu. Namun perawat tidak berputus
asa untuk terus coba menggali permasasalahannya ( halusinasinya ) dan sekaligus
melakukan intervensi halusinasi secara berulang. Sejauh ini penyelesaian
masalah boleh dikatakan mengalami kemajuan karena beberapa teknik distraksi
halusinasi sudah dapat dilakukan klien yakni dengan mengadakan kontak dengan klien
lain di ruangan dan frekuensi
bicara dan tertawa sendiri menurun.
Dengan demikian dapat dikatakan permasalahan halusinasi telah terselesaikan
walaupun belum tuntas dan perlu diwaspadai pula kemungkinan kambuh.
3. Penampilan diri kurang
adequat.
Dari pengamatan perawat,
secara umum kegiatan sehari-hari klien
adalah tidur, makan dan jalan-jalan di
ruangan. Sehingga untuk kebersihan dirinya tidak diperhatikan. Dengan timbulnya
masalah kebersihan diri yang kurang
adequat, perawat mulai mengitervensi klien. Dari evaluasi didapatkan klien telah dapat mandi sendiri
dengan kualitas mandi yang baik yakni mandi dengan menggunakan sabun dan
mencuci rambut dengan sampo, dan dari penampilan klien, klien tampak bersih dan
rapih. Namun kegiatan untuk kebersihan
diri ini dilaksanakan tanpa jadwal yang telah dibuat bersama perawat, yang
mana waktu mandi klien semaunya. Dari
evaluasi yang didapatkan bahwa penyelesaian masalah dapat dikatakan masih belum optimal.
4. Kurrang mampu
mengungkapkan marah secara konstruktif.
Berdasarkan pengamatan
mahasiswa, klien cepat sekali tersinggung
dengan menunjukkan tinggkah laku menarik diri bila ada sesuatu
tindakan yang dilakukan oleh sesama klien yang tidak berkenan padanya. Dengan adanya masalah ini perawat mulai
menerapkan intervensi yakni dengan mengkaji faktor pencetus marah pada
klien dan mendiskusikan cara-cara menyalurkan marah secara konstruktif. Dari
hasil evaluasi, klien tampak kurang memberikan tanggapan secara serius, hal ini dapat terlihat
dari ekspresi wajah klien yang datar. Namun pada minggu keempat
klien dapat diajak berdiskusi dalam hal
penyaluran marah secara konstruktif, dalam hal ini klien mulai
menceriterakan pada perawat adanya perasaan tidak senang yang dibuat oleh klien
lain .
Dari apa yang di bahas di
atas, bahwa kemajuan yang diperoleh dari klien setelah dilakukan tindakan keperawatan . walaupun sejauh
ini hasil yang didapatkan belum
optimal, namun dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan seperti
apa yang dikatakan dalam teori
dapat dibuktikan. Tidak optimalnya hasil, dapat ditinjau kembali dari
berbagai segi seperti waktu interaksi
yang sempit yakni 2 hari dalam seminggu ( kamis & jumat ) ,
itupun hanya beberapa jam dalam seharinya,
dapat mempengaruhi kontinuitas interaksi. Selain itu ketidakseragaman tindakan/ asuhan yang diberikan antar sesama perawat atau tim medis membuat ketajaman terapi sulit
diberikan. Hal ini dapat terlihat dari timbul tenggelamnya
halusinasi klien. Fasilitas yang kurang
baik, sarana maupun prasarana untuk mendukung tindakan keperawatan seperti pola
aktivitas dan tata ruangan merupakan salah satu kendala penyelesaian masalah.
Juga kurangnya support sistim lingkungan
terutama dari keluarga dapat menghambat pengoptimalan dari hasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar