ASKEP HIPERTENSI
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI, 1997).
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun
dikatakan hipertensi bila dua kali kunjungan yang berbeda waktu didapatkan
tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik
pada beberapa pengukuran didapatkan nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P.
Sidabutar dan Waguno P, 1990).
Berdasarkan pengertian –
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan kenaikan
tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik
lebih dari 90 mmhg.
2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala – gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala – gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ. Sedangkan JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik
(mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal < sbp =” Sistole” pressure =” DBP”>= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Normal < sbp =” Sistole” pressure =” DBP”>= 160 dan DBP >= 100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS
Harapan Kita, Jakarta, membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan
(borderline) yaitu tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg.
Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang,
tekanan darah diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik
>115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih
dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik
yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi
lagi menjadi 2, menurut melalui TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu:
hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi
atau kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu
hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan tetapi tekanan darah
perlu diturunkan dengan segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam,
sebab penurunan tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada
organ target.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor, diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan bahwa Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor, diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia (2007) menambahkan bahwa Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas
dapat disimpulkan bahwa penyebab hipertensi beragam diantaranya adalah: stress,
kegemukan, merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal,
sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, penyakit
kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan
intra cranial, yang disebabkan tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat
kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kurang olah raga, genetik, Obesitas,
Aterosklerosis, kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak diketahui
penyebabnya.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran
darah yang ke ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya
rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah
menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang
sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume
cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita
(2003:63) menyebutkan patofisiologis hipertensi adalah: pada hipertensi primer
perubahan patologisnya tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara
perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan
pembuluh darah kecil pada organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh
darah otak. Pembuluh seperti aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak
dan pembuluh darah perifer di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak.
Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan
ekstremitas bawah bisa juga terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
5. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang mengalami perubahan mental.
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis bahkan ada yang mengalami perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI
(1990:210) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang
tampa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ
target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang
mengalami gejala dengan sakit kepala, epitaksis.
6. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214-219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990: 214-219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis. Cara non farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan hidup, olah raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril. Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus
dilandasi oleh beberapa prinsip menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi
sekunder harus lebih mendahulukan pengobatan kausal, pengobatan hipertensi
esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang
umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya menurunkan tekanan darah
dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi, pengobatan hipertensi adalah
pengobatan jangka panjang bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan
menggunakan standard triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Tujuan pengobatan dari
hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas sehingga upaya dalam menemukan
obat anti hipertensi yang memenuhi harapan terus dikembangkan.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA). Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi
BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat
menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat
menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus
hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa
protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab
hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat
mengidentifikasi hipertensi.
9. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa pengkajian pasien hipertensi meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek, frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c. Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah ,otot muka tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat penyakit ginjal
e. Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik, adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat Bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan ,sianosis
i. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural.
j. Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko keluarga yaitu arteriosclerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal.
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa pengkajian pasien hipertensi meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek, frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c. Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah ,otot muka tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat penyakit ginjal
e. Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik, adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat Bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan ,sianosis
i. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural.
j. Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko keluarga yaitu arteriosclerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal.
10. Diagnosa keperawatan (Doengoes,
2004)
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/ maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan tidak tidak terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak realistis/ metode koping tidak adekuat.
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional/ maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan tidak tidak terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak realistis/ metode koping tidak adekuat.
B. Konsep Keluarga
1. Pegertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU. No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
1. Pegertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU. No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Dep.Kes. RI (1988)
mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga beserta beberapa orang anggotanya yang terkumpul dan tinggal
dalam satu tempat karena pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang
satu sama lainnya saling tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998)
mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Bailon dan Maglaya (1989)
mendefiniskan keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya
masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Effendy
(2005), Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Pengertian yang disampaikan
para ahli terdapat beberapa persamaan antara lain antara Sayekti (1994), Dep.
Kesehatan. RI (1988), Bailon dan Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu
keluarga tergabung karena adanya hubungan perkawinan. namun terdapat perbedaan
pandangan yaitu pandangan dari Friedman (1998) yang tidak menyebutkan secara
spesifik adanya hubungan perkawinan dalam rumah tangga, hanya menyebutkan
adanya keterikatan aturan dan emosional, tetapi pada prinsipnya sama yaitu
adanya perkumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, adanya aturan
didalamnya, dan adanya interaksi antar anggota keluarga.
Dari beberapa pengertian
tentang keluarga tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah
:
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran social
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran social
a. Tujuan dasar keluarga
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga, mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam keluarga.
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga, mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam keluarga.
b. Struktur keluarga
Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri dari bermacam-macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal, patrilokal dan keluarga kawinan.
Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri dari bermacam-macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal, patrilokal dan keluarga kawinan.
Patrilineal adalah keluarga
sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah
sama dengan patrilineal hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu.
Matrilokal merupakan sepasang suami-istri yang tinggal dengan keluarga sedarah
istri berbeda dengan patrilokal merupakan kebalikan dari matrilokal yang
tinggal dengan keluarga sedarah suami. Sedangkan keluarga kawinan adalah
hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau
istri.
c. Ciri – ciri struktur
keluarga
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy (1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy (1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
d. Type-type keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp (2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1. kelompok tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp (2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1. kelompok tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Kelompok tradisional dibagi
menjadi 2 yaitu : Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya
terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi
atau keduanya. dan keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti
ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek-nenek, paman-bibi).
Sedangkan kelompok kedua (Non
Traditional) yaitu kelompok tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan
kelompok lain yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga
baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan
pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga yang
terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian atau
ditinggal pasangannya, ibu dengan anak tanpa perkawinan yang sah (The unmarried
teenage mother), orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri
tanpa pernah menikah (The single adult living alone), keluarga dengan anak
tanpa pernikahan sebelumnya (The non marital heterosecual cohabiting family)
dan keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and
lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori
lain seperti yang disampaikan oleh Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga
menjadi 6 tipe/ bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended
family) yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek,
kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
Berbeda dengan keluarga
berantai (Serial family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga
duda/janda (single family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau
kematian, jika suami meninggal maka yang ada adalah keluarga janda dan bila
istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga duda, bila bentuk keluarga
yang terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk dua keluarga yaitu keluarga
duda dan keluarga janda. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria dengan
lebih dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas (Cahabitation)
yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
e. Tahap dan tugas perkembangan
keluarga
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan keluarga, yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan keluarga, yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.
Sedangkan menurut Duvall
(1989), tahap perkembangan keluarga dibagi dalam 8 tahap perkembangan yaitu:
keluarga baru menikah, keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua sampai
30 tahun), keluarga dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 ½ tahun -5
tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12 tahun),
keluarga mulai melepaskan anak sebagia dewasa (anak-anaknya mulai meninggalkan
rumah), keluarga yang hanya terdiri dari orang tua saja/ keluarga usia
pertengahan (semua anak meninggalkan rumah), keluarga lansia.
Tahap perkembangan keluarga
baru menikah, tahap ini dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dalam
membentuk rumah tangga. Dalam tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan
yaitu membina hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina hubungan
dengan keluarga lain, teman dan keluarga sosial.
Tahap perkembangan yang kedua,
keluarga keluarga dengan anak baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak
pertama sampai dengan 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah
mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya anggota
keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan, mempertahankan
hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
Tahap perkembangan selanjutnya
adalah keluarga dengan anak usia pra sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas
perkembangan memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi
dengan anak yang beru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain yang lebih tua
juga harus terpenuhi, mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun
diluar keluarga, pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian
tanggung jawab anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tahap perkembangan yang keempat
adalah keluarga dengan anak usia sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini
adalah membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan
lingkungan lebih luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau masyarakat ),
tugas yang lain adalah mempunyai keintiman pasangan, memenuhi kebutuhan yang
meningkat termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.
Tahap perkembangan selanjutnya
adalah keluarga dengan anak remaja. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah
memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak remaja
adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi, mempertahankan hubungan
intim dalam keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang
tua, mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga
untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
Tahap perkembangan yang keenam
adalah keluarga mulai melepaskan anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini
adalah memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga
besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk mandiri sebagai
keluarga baru di masyarakat, penataan kembali peran orang tua dan kegiatan
dirumah.
Tahap perkembangan selanjutnya
adalah keluarga dengan usia pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas
perkembangan mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan,
mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan
sebaya, meningkatkan keakraban pasangan.
Tahap perkembangan yang
terakhir atau yang kedelapan adalah keluarga usia tua. Tugas pada perkembangan
ini adalah mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi, kehilangan
pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga, mempertahankan keakraban
pasangan dan saling merawat dan melak life review masa lalu.
f. Pemegang kekuasaan dalam
keluarga
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang kekuasaan dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah. Sementara pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan. Dan yang ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah dan ibu sama-sama memegang kekuasaan.
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang kekuasaan dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah. Sementara pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan. Dan yang ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah dan ibu sama-sama memegang kekuasaan.
g. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan keluarga dalam tiga peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak. Peranan ayah adalah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan keluarga dalam tiga peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak. Peranan ayah adalah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.
Peranan ibu adalah sebagai
istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung
dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila dalam keluarga sudah mempunyai
anak, maka selain ada peranan ayan, peranan ibu, juga ada peranan anak.
Sedangkan Peranan anak adalah
melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik
fisik, mental, sosial dan spriritual.
h. Fungsi keluarga
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam menunjang kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai perbedaan dalam menyebutkan fungsi dalam keluarga.
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam menunjang kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai perbedaan dalam menyebutkan fungsi dalam keluarga.
Friedman ( 1998:13 )
mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu: Fungsi afektif. Fungsi
afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis
kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan
dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling
mempertahankan iklim yang positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga
dalam melaksanakan fungsi afektif adalah; saling mengasuh, cinta kasih,
kehangatan, saling menrima, saling mendukung, saling menghargai, dan ikatan
antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian
pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.
Dari aspek fungsi afektif dapat
disimpulkan bahwa fungsi afek merupakan sumber energi yang menentukan
kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga
timbul karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi
adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang
menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam lingkungan social
(Friedman, 1998:13). Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai
melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam
sosialisasi.
Fungsi Reproduksi. Keluarga
berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fugsi ini sedikit
terkontrol.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi
merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga,
seperti kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung (rumah).
Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhai status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhai status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Berdasarkan fungsi perawatan
keluarga inilah yang kemudian dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang
kesehatan. Adapun tugas kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan
suasana rumah yang sehat dan mempertahankan hubungan dengan (menggunakan )
fasilitas kesehatan masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli
yang lain yaitu Effendy (1998:35), membagi fungsi keluarga menjadi fungsi
biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi
pendidikan. Fungsi biologis keluarga adalah untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan
memelihara serta merawat anggota keluarga juga merupakan fungsi biologis yang
dapat dijalankan keluarga (Effendy, 1998:35).
Fungsi psikologis yang dapat
dijalankan keluarga adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan
perhatian di antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga serta memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi sosialisasi
keluarga yaitu membina sosial pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan yang krusial adalah menaruh
nilai-nilai budaya keluarga (Effendy, 1998:35).
Keluarga juga mempunyai fungsi
ekonomi yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dan pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya sesaat, tetapi terus
berlanjut sehingga keluarga perlu dapat mengatur ekonomi keluarga sehingga
dapat menunjang kehidupan baik sekarang maupun yang akan datang. Untuk
mempersiapkan kebutuhan yang akan datang, keluarga dapat menabung yang berguna
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya
pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).
Memasuki taraf anak sekolah dan
dewasa, keluarga mempunyai fungsi pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga
adalah menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki dan berguna
untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
Keluarga juga melaksanaan fungsi pendidikan baik di rumah maupun diluar rumah
dengan cara mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
(Effendy, 1998:35).
Dari berbagai fungsi di atas,
Effendy (1998:36) menyebutkan tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggotanya
yaitu asih, asuh dan asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa
aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh
dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Asuh adalah memenuhi kebutuhan
pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga
diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial
dan spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak,
sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa
depannya, misalnya dengan menyekolahkan anak-anak (Effendy, 1998:36).
Indonesia dalam fungsi keluarga
membagi menjadi delapan (UU No. 10. tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14)
yaitu: fungsi keagamaan. Keluarga berfungsi dalam membina, menerjemahkan,
memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan menambah
proses kegiatan belajar keagamaan dan membina rasa, sikap dan praktik kehidupan
keluarga beragama. Hal ini dalam keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil
bahagia dan sejahtera.
Keluarga sebagai fungsi budaya
yaitu membina dalam meneruskan norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina
dalam menyaring budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam pemecahan masalah
dari pengaruh negatif globalisasi, membina agar berperilaku positif dan membina
budaya yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia yang selaras, sesuai dan
seimbang.
Dalam fungsi cinta kasih
didalam keluarga, dengan menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina
tingkahlaku, membina praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu
memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.
Fungsi perlindungan, dengan
memberi rasa aman keluarga baik fisik maupun psikis dan menjadikan stabilitas
dan keamanan keluarga. Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi
sehat dengan memberikan contoh kaidah – kaidah pembentukan keluarga baik yang
berkaitan dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam keluarga
sebagai modal kondusif keluarga. Fungsi sosialisasi, membina proses sosialisasi
dalam meningkatkan kematangan dan kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat
positif.
Keluarga berfungsi ekonomi,
melakukan kegiatan ekonomi, mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai
modal dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian
lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku pelestarian
lingkungan.
Dari berbagai literatur diatas
dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam
mewujudkan keluarga yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh sehingga dapat
terpenuhi tujuan dalam pembentukan keluarga yang sejahtera.
i. Tugas Keluarga Dalam Bidang
Kesehatan
Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Suprajitno (2004:16) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu mengenal gangguan atau masalah perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, setelah mengenal keluarga diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya karena cacat atau usia yang terlalu muda.
Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Suprajitno (2004:16) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu mengenal gangguan atau masalah perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, setelah mengenal keluarga diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya karena cacat atau usia yang terlalu muda.
Dalam hal lingkungan untuk
menjamin kesehatan, keluarga diharapkan dapat memodifikasi lingkungan sehingga
tidak terjadi dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun
diluar rumah. Suprajitno (2004:18) menambahkan keluarga memannfaatkan dengan
baik fasilitas-fasilitas kesehatan dalam menjamin kondisi yang sehata didalam
keluarga.
2. Proses Keperawatan Keluarga
Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan keluarga terdapat berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan dimana perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagi tujuannya dan melalui perawatan kesehatan sebagai sarananya. Sedangkan menurut Effendi (1998:46) Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga.
Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan keluarga terdapat berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan dimana perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagi tujuannya dan melalui perawatan kesehatan sebagai sarananya. Sedangkan menurut Effendi (1998:46) Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga.
Proses keperawatan merupakan
pusat bagi semua tindakan keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi
apa saja, dalam kerangka referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau
falsafah (Yora & Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa perawatan kesehatan keluarga dipusatkan pada keluarga dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam status kesehatan keluarga.
Proses keperawatan keluarga
terdapat beberapa langkah yang disusun secara sistematis untuk menggambarkan
perkembangan dari tahap ke tahap. Menurut Friedman (1998: 55) membagi proses
keperawatan kedalam lima tahap yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga,
identifikasi masalah keluarga dan individu atau diagnosa keperawatan, rencana
perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.
Effendi (1998:45) menambahkan,
dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga dengan melalui membina
hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak
dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk membantu
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga, menyatakan kesediaan untuk
membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan
membina komunikasi dua arah dengan keluarga.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya (Suprajitno, 2004:29). Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya (Suprajitno, 2004:29). Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam
pengkajian meliputi pengumpulan informasi dengan cara sistematis dengan
menggunakan suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa
(Friendman, 1998: 56)
a.1. Pengumpulan data
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
Pada umumnya penderita
hipertensi merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh pola hidup terutama pola
hidup yang salah, pola hidup yang berhubungan dengan emosi yang negative
seperti emosi yang tidak terkendali atau temperamental, ambisius, pekerja
kerasyang tidak tenang, takut dan kecemasan yang berlebihan (Indomedia, 2002).
2) Latar belakang budaya
/kebiasaan keluarga
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai pola makan yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan yang banyak mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta emosi yang negatif
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai pola makan yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan yang banyak mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta emosi yang negatif
b. Pemanfaatan fasilitas
kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat mencegah timbulnya komplikasi (Rokhaeni,2001:115).
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat mencegah timbulnya komplikasi (Rokhaeni,2001:115).
c. Pengobatan tradisional
Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan tradisional, yaitu minum sari bawang putih yang ditumbuk halus dan diberi air secukupnya di minum pagi dan sore (Hariadi, 2001:26). Hipertensi akan menjadi parah dan menimbulkan komplikasi bila pasien tidak memilih pengobatan tradisional hipertensi yang benar dan tepat justru akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan gangguan pada organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.
Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan tradisional, yaitu minum sari bawang putih yang ditumbuk halus dan diberi air secukupnya di minum pagi dan sore (Hariadi, 2001:26). Hipertensi akan menjadi parah dan menimbulkan komplikasi bila pasien tidak memilih pengobatan tradisional hipertensi yang benar dan tepat justru akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan gangguan pada organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.
3) Status Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b. Pekerjaan dan Penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
4) Tingkat perkembangandan
riwayat keluarga
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan cemas stres(friedmen, 1998:125).
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan cemas stres(friedmen, 1998:125).
5) Aktiftas
aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.
aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.
6) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai factor penyebab terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam rumah tangga dapat memperkecil serangan hipertensi.
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai factor penyebab terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam rumah tangga dapat memperkecil serangan hipertensi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi
Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi
c. Perkumpulan keluarga dan
interaksi dengan masyarakat
Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor pencetus terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan cemas merupakan factor resiko hipertensi
Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor pencetus terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan cemas merupakan factor resiko hipertensi
7) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
b. Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam hipertensi.
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam hipertensi.
c. Struktur peran
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga (Friedman, 1998).
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga (Friedman, 1998).
Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c. Fungsi kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya
a) Mengenal masalah kesehatan
Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya, salah satunya adalah disebabkan karena kurang pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga tidak mampu mengenali masalah hipertensi yang disertai anggota keluarganya, maka hipertensi akan berakibat terjadinya komplikasi.
Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarganya, salah satunya adalah disebabkan karena kurang pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga tidak mampu mengenali masalah hipertensi yang disertai anggota keluarganya, maka hipertensi akan berakibat terjadinya komplikasi.
b) Mengambil keputusan.
Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah tidak begitu menonjol (Eendy, 1998:50).
Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah tidak begitu menonjol (Eendy, 1998:50).
c) Merawat anggota keluarga
yang sakit
Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya komplikasi, progrfosis, cara perawatan dan sumber-sumber yang ada dalam keluarga.
Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya komplikasi, progrfosis, cara perawatan dan sumber-sumber yang ada dalam keluarga.
d) Memelihara lingkungan rumah
yang sehat
Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah satu media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa menjadi pemicu serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan melihat hal tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi.
Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah satu media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa menjadi pemicu serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan melihat hal tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi.
e) Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan keuntungan yang didapat dari fasilitas-fasilitas kesehatan, sangat berpengaruh terhadap penderita hipertensi. Fasilitas kesehatan di masyarakat sangat berperan daiam hal ini, juga saat penderita hipertensi memerlukan pengobatan.
Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan keuntungan yang didapat dari fasilitas-fasilitas kesehatan, sangat berpengaruh terhadap penderita hipertensi. Fasilitas kesehatan di masyarakat sangat berperan daiam hal ini, juga saat penderita hipertensi memerlukan pengobatan.
9) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum terselesaikan. Pada penderita hipertensi, gangguan istirahat tidur sering diakibatkan oleh sesak nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur beresiko memperburuk keadaan hipertensi.
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum terselesaikan. Pada penderita hipertensi, gangguan istirahat tidur sering diakibatkan oleh sesak nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur beresiko memperburuk keadaan hipertensi.
10) Pemeriksaan fisik anggota
keluarga
Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku. Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan sistem pernafasan terutama pada penderita hipertensi dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan kelainan pada syaraf yang mempersyarafi pada pernafasan.
Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku. Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan sistem pernafasan terutama pada penderita hipertensi dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan kelainan pada syaraf yang mempersyarafi pada pernafasan.
11) Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan. Salah satu pencegahan agar serangan hipertensi tidak sering muncul adalah dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan. Salah satu pencegahan agar serangan hipertensi tidak sering muncul adalah dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).
b. Diagnosa keperawatan
Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa keperawatan keluarga di dalamnya termasuk masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial.
Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa keperawatan keluarga di dalamnya termasuk masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial.
Doenges (1999) mendefinisikan
diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi
kebutuhan pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
“Diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi potensial dan aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat
secara legal mengidentifikasi dan untuk itu pula perawat dapat menyusun
intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan atau
untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah”.
Dengan pengertian diatas yang
telah disampaikan para ahli, keluarga merupakan satu tipe kelompok dimana
diagnosa keperawatan dapat diberlakukan, meskipun demikian, diagnosa
keperawatan masih berorientasi pada individu. Diagnosa yang mungkin muncul
dalam keluarga dengan penyakit hipertensi menurut Doenges (2000:152) antara
lain nyeri kepala, insomnia, gang perfusi jaringan, penurunan curah jantung,
intoleransi aktifitas, nyeri dada dan resti injuri (diplopia).
1) Prioritas masalah
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan dala penyusunan prioritas masalah adalah tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga diselesaikan sekaligus, perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat mengancam kesehatan seperti masalah penyakit.
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan dala penyusunan prioritas masalah adalah tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga diselesaikan sekaligus, perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat mengancam kesehatan seperti masalah penyakit.
Mempertimbangkan respon dan
perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan keluarga yang diberikan,
keterlibatan anggota keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi,
sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan atau
keperawatan keluarga serta yang tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan
kebudayaan keluarga.
2) Kriteria prioritas masalah
penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy (1998:52-54), kriteria yang menjadi dasar prioritas masalah adalah sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.
penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy (1998:52-54), kriteria yang menjadi dasar prioritas masalah adalah sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.
Sifat masalah dikelompokkan
menjadi ancaman kesehatan, tidak atau kurang sehat, dan krisis. Dalam
menentukan sifat masalah, bobot yang paling besar diberikan pada keadaan sakit
atau yang mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit kemudian baru
diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya pada
situasi krisis dalam keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian
dalam keluarga (Efiendy, 1998:54).
Sedangkan kemungkinan masalah
hipertensi dapat diubah, adalah kemungkinan keberhasilan mengurangi atau
mencegah masalah yang berhubungan dengan hipertensi jika dilakukan intervensi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah hipertensi dapat diubah adalah
faktor pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah hipertensi, sumber daya
keluarga, di antaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain
itu sumber daya perawatan, diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan
dalam penanganan masalah keperawatan serta waktu dan sumber daya masyarakat,
dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu, polindes, dan
sebagainya juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemungkinan masalah hipertensi
untuk diubah (Effendy, 1998:54).
Potensial masalah hipertensi
untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah berhubungan dengan hipertensi
yang timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan,
misalnya dengan memberikan informasi tentang hipertensi, cara mencegah
terjadinya serta menganjurkan penderita hipertensi untuk memeriksakan
kesehatannya ke tempat palayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan
dokter).
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam melihat potensi pencegahan masalah hipertensi adalah kepelikan atau
kesulitan masalah hipertensi hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau
hipertensi yang dialami oleh keluarga. Kedua perhatikan tindakan yang sudah dan
sedang dilaksanakan, yaitu tindakan untuk mencegah dan mengobati masalah
hipertensi dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga (Effendy,
1998:54).
Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah hipertensi berhubungan
dengan jangka waktu terjadinya masalah hipertensi. Keadaan ini erat hubungannya
dengan beratnya masalah hipertensi pada keluarga dan potensi masalah untuk
dicegah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya keiompok resiko tinggi
dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah
masalah hipertensi (Effendy, 1998:54).
Menonjolnya masalah hipertensi
adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah yang berhubungan dengan
masalah hipertensi dalam hal berat dan mendesak masalah hipertensi untuk
diatasi melalui intervensi keperawatan.
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Effendy (1998: 54), mendefinisikan: rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan.
Effendy (1998: 54), mendefinisikan: rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan.
Rencana keperawatan keluarga
mencakup tujuan umum dan tujuan khusus yang didasarkan pada masalah yang
dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab (Suprajitno,
2004:49). Sedangkan Friedman (1998:65) menyatakan ada beberapa tingkat tujuan.
Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat
diukur, langsung dan spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka
panjang yang merupakan tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-maksud luas
yang yang diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar dapat tercapai.
Dalam menyusun kriteria
evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan sumber daya yang mendasar
dalam keluarga pada umumnya yaitu biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga,
sehingga dapat diangkat tiga respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau
perilaku, dan respon psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan asuhan
keperawatan keluarga dengan masalah hipertensi dapat dibedakan menjadi dua
yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang (Effendy, 1998:57).
Tujuan jangka pendek pada
penderita hipertensi antara lain : setelah diberikan informasi kepada keluarga
mengenai hipertensi keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan tindakan
yang tepat untuk anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan respon
verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta
perawatan hipertensi. Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara penanganan
atau perawatan bagi anggotanya yang menderita hipertensi secara tepat.
Sedangkan respon psikomotor, keluarga mampu memberikan perawatan secara tepat
dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi.
Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian, tanda dan gejala, penyebab,
perawatan, komplikasi dan pengobatan hipertensi (Effendy, 1998:57-60).
Tujuan jangka panjang yang
ingin dicapai dalam perawatan hipertensi adalah masalah dalam keluarga dapat
teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap
intervensi diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan. Seperti pendapat
Friedman (1998:67) bahwa:
“….selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon pada klien, perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keiuarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.”
“….selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon pada klien, perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keiuarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.”
Dalam memilih tindakan
keperawatan tergantung pada sifat
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi keluarga dengan masalah hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur dan menghindari stres.
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi keluarga dengan masalah hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur dan menghindari stres.
Selain itu juga perlu dikaji
pemahaman klien tentang hipertensi kemudian mendiskusikan dengan keluarga tentang
hipertensi (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan,
serta komplikasi hipertensi). Menganjurkan pada klien agar manghindari makan
makanan yang mengandung banyak Natrium (garam/asin). Kaji keefektifan strategi
koping dengan mengobservasi perilaku klien dan keluarga, misal kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana
pengobatan. Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan
anggota keluarga (Doengoes, 1999).
d. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien (individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan Suprajitno (2004). Implementasi terhadap keluarga dengan masalah hipertensi didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien (individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan Suprajitno (2004). Implementasi terhadap keluarga dengan masalah hipertensi didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Hal yang perlu diperhatikan
dalam tindakan keperawatan keluarga dengan hipertensi menurut Effendy (1998:59)
adalah sumber daya dan dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat
istiadat yang berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan
prasarana yang ada dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga
yang memadai diharapkan dapat menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan
penyakit hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan keluarga
juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah hipertensi dan dalam
mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga
yang terkena hipertensi.
Adat istiadat dan kebudayaan
yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga
tentang pola pengobatan dan penatalaksanaan penderita hipertensi, seperti pada
suku pedalaman lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan kesehatan.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga yang sakit hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat anggota yang sakit hipertensi.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga yang sakit hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat anggota yang sakit hipertensi.
Sarana dan prasarana baik dalam
keluarga atau masyarakat merupakan faktor yang penting dalam perawatan dan
pengobatan hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan keluarga
menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan keluarga,
mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak
memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya sumber-sumber
makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas kesehatan (Effendy, 1998:59).
e. Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 1998:7).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 1998:7).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi dapat dilaksanakan
dengan dua cara yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Suprijatno,
2004:57) yaitu dengan SOAP, dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan
keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan
implementasi keperawatan, O adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi
oleh perawat menggunakan penagamatan. A adalah merupakan analisis perawat
setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif, P adalah
perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan.
Dalam mengevaluasi harus
melihat tujuan yang sudah dibuat sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum
tercapai, maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. M. E, Et. All.
Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edisi
3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, and Bare.
(2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan
Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998).
Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa: Debora R. L &
Asy. Y, Jakarta: EGC
Effendy. N (1998). Dasar- dasar
Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of
Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et. All, Edisi ke 3. 1996.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi, (Online), (http://
depkes.co.id/stroke.html)
Tim POKJA RS Jantung Harapan
Kita. (2003). Standar Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler. Direktorat Medik dan
Pelayanan RS Jantung dan pembuluh darah Harapan kita. Jakarta
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
DIKLIT RS Jantung Harapan Kita.
(1993). Dasar-dasar Keperawatan Kardiovaskuler. RS Jantung Harapan Kita.
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar