Blogger Widgets ADE COPA GABANA PARFUM PARIS MODE: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH) DI RUANG 17 RSSA MALANG

Jumat, 23 Desember 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH) DI RUANG 17 RSSA MALANG


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)
DI RUANG 17 RSSA MALANG


PENDAHULUAN                                                      
Dengan semakin canggihnya alat-alat kedokteran penunjang medis yang dikembangkan saat ini, tindakan operasi Trans Urethral Reseksi Prostat dipandang lebih menguntungkan baik bagi pasien maupun dokter bedah. Namun tidak menutup kemungkinan timbulnya permasalahan antara lain: perdarahan dan syock, sidroma TUR, infeksi,gangguan drainase urine dan inkontinensia erine. Mengingat permasalahan tersebut profesi keperawatan harus mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya serta memiliki dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas sehingga mampu mengimbangi teknologi kedokteran yang makin maju. Untuk itu diperlukan strategi yang tapat agar dapat menjawab tantangan tersebut. Metode yang sedang dikembangkan oleh propesi keperawatan adalah dengan pendekatan proses keperawatan, dimana proses keperawatan merupakan pengintegrasian keterampilan, intelektual, hubungan antar prbadi dan teknik dari seorang perawat.

TUJUAN
1.      Tujuan Umum: Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan, khususnya klien dengan BPH
2.      Tujuan Khusus: Mahasiswa mampu:
a.       Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan BPH.
b.      Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan BPH.
c.       Menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan BPH
d.      Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan BPH.
e.       Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan BPH.

TINJAUAN TEORITIS

Pengukuran:

Ada 3 cara pengukuran besarnya hiperplasia prostat:

a.       Rectal grading yaitu dengan rectal toucher diperkirakan beberapa cm prostat yang menonjol ke dalam rectum yang dilakukan, sebaliknya pada saat buli-buli kosongan.

Gradasi ini adalah:

0 – 1 cm                       : grade 0
1 – 2 cm                      : grade 1
2 – 3 cm                       : grade 2
3 – 4 cm                       : grade 3
>    1 cm                      : grade 4

Pada grade 3-4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibratik teraba lebih kecil dari normal.

b.      Clinica grading, dalam hal ini urine menjadi patokan pada pagi hari. Pada pagi hari setelah bangun, pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.

Sisa urine 0 cc              : normal
Sisa urine 0 – 50 cc      : grade 1
Sisa urine 50 - 150 cc   : grade 2
Sisa urine > 150 cc       : grade 3
Tidak bisa kencing        : grade 4

c.       Intra urethral grading, dengan alat penodoscope dapat diukur/dilihat berapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra

Grade 1: Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak lampas, pancaran lemah, nacturia
Grade 2:  Bila miksi terasa panas, sakit disuria
Grade 3:  Gejala-gejala makin berat
Grade 4:  Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinen. Bila overflow inkontinensia dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40 – 41 0C, kesadaran menurun

Komplikasi:

a.       Urinary tractus infection.
b.      Retensi urine akut
c.       Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal
d.      Bila operasi bisa
§         Impotensi, kerusakan nervus pudendik
§         Hemorargia pasien bedah
§         Ffistula
§         Strikurra pasien beda
§         Inkontinensia urine

Pemeriksaan Fisik:

a.       Urinolitis
b.      Urine culture
c.       Pemeriksaan fisik

Penatalaksanaan:

a.       Tindakan umum:
§         Prostatectom: grade 4
§         Trans urethral resection of the prostat (TRUP): grade 1
b.      Kontra indikasi: Orang tua
§         Decomposation cordis
§         Infark jantung baru
§         Malnutrisi berat
§         Dalam keadaan koma
§         Tekanan darah sistolik 200 – 260 mmHg

Pengkajian Keperawatan:

a.       Sirkulasi: peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal)
b.      Eliminasi:
§         Penurunan kekuatan kaliber berkemih.
§         Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih, sering berkemih
§         Nocturia, dysuria, hematuria.
§         Duduk dalam mengosongan kandung kemih.
§         Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary statis)
§         Konstipasi (penonjolan prostat ke ructum)
§         Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemorroid/akibat peningkatan abdominal pada saat pengosongan kandung kemih
c.       Makanan/cairan:
§         Anoreksia, nausea, muntah.
§         Kehilangan BB yang mendadak
d.      Nyeri/nyaman: suprapubik, panggul, nyeri belakang tajum, intens (pada prostatitis akut), nyeri pinggang belakang. 
e.       Rasa aman: Demam
f.        Seksualitas:
§         Perhatikan pada efek dari kondisinya/terapi kemampuan seksual.
§         Takut beser kencing selama kegiatan intim
§         Penurunan kontraksi ejakulasi
§         Pembesaran prostat
g.       Pengetahuan/pendidikan:
§         Riwayat adanya Ca dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
§         Penggunaan obat anti hipertensi atau anti depressant, antibiotik untuk saluran kencing, obat alergi.

LAPORAN PENDAHULUAN


Masalah Kesehatan   : Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Defenisi                  : BPH adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang menyertai kelenjar prostat
Patofisiologi               :











































Masalah Keperawatan:
a.      Retensio urine
b.     Potensial infeksi
c.      Nyeri
d.     Kurang pengetahuan
e.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
Diagnosa Keperawatan
a.      Retensio urine yang berhubungan dengan pembesaran prostat
b.     Potensial infeksi yang berhubungan dengan penggunaan kateter dan atau retensi urine.
c.      Nyeri yang berhubungan dengan retensi urine akut
d.            Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit.
e.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan disfungsi ginjal.
Intervensi dan Rasional:
  1. Dx-1: Retensio urine yang berhubungan dengan pembesaran prostat.
Tujuan:  Retensio urine tidak terjadi dengan kriteria:
-     Berkemih dengan jumlah yang adequate tanpa distensi kandung kemih
-     Jumlah volume residu urin kurang dari 75 hingga 100 ml dengan tidak adanya tetesan atau kelebihan aliran/urine
Intervensi dan rasional:
No.
Tindakan
Rasional
1.
Dorong pasien untuk berkemih setiap 2 - 4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
Memenimalkan restensi urine distensi belebihan pada kandung kemih
2.
Tanyakan pasien inkontinensia stress
Tekanan uretral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat perkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara tidak sadar
3.
Observasi aliran urin, perhatian ukuran dan kekuatan.
Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
4.
Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan Penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis
Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasi substansi.
5.
Perkusi atau palpasi area supra pubik
Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik
6.
Dorong masukan cairan sampai 3.000 ml/hari (dalam toleransi jantung bila diindikasikan)
Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
7.
Awasi tanda vital dengan ketat. Observasi hipertensi, edema perfier, perubahan mental. Timbang berat badan tiap hari. Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat
Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan Penurunan eliminasi cairan dan Akumulasi sisa toksik: dapat berlanjut ke penurunan ginjal total
8.
Berikan atau dorong kateter dan perawatan perinial
Menurunkan resiko infeksi asenden.
9.
Berikan rendam duduk sesuai indikasi
Meningkatkan relaksasi otot, Penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih
10.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi: Antispasmodik, contoh; oksibutinin klorida (ditropan)
Kateterisasi untuk residu urine dan biarkan kateter tak menetap sesuai indikasi



Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.
Menghilangkan/mencegah retensi urine dan mengesam-pingkan adanya striktur uretral. Catatan: Dekompresi kandung kemih harus dilakukan dengan menambah 200 ml untuk mencegah hematuria (ruptur pembuluh darah pada mukosa kandung kemih yang terlalu distensi) dan pingsan (stimulasi otomik berlebihan). Kateter coude diperlukan karena ujung lengkung memudahkan pasase selang melalui uretra prostat
  1. Dx-2:  Potensial infeksi yang berhubungan dengan penggunaan kateter dan atau retensi urine.
Tujuan:  Infeksi tidak terjadi dengan kriteria:
-     Suhu dalam rentang normal
-     Urin jernih, warna kuning tanpa bau
-     Tidak terjadi distensi kandung kemih
Intervensi dan Rasional
No.
Tindakan
Rasional
1.
Periksa suhu tiap 4 jam dan laporkan jika di atas 38,50C
Mengetahui kenaikan suhu dan mencegah keadaan penyakit yang lebih serius
2.
Tuliskan karakter urine, laporkan bila keruh dan bau busuk
Mendeteksi kelainan lebih lanjut
3.
Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem drainase gravitasi tertutup
Menghindari reflek bail urine, yang dapat memasukan bakteri ke dalam kandung kemih
4.
Gunakan teknik steril untuk kateterisasi intermiten selama perawatan di rumah sakit
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lebih lanjut
5.
Pantau abdomen/kandung kemih terhadap distensi
Distensi kandung kemih akan mengakibatkan lemahnya tonus otot mosukulus detrusor sehingga terjadi episode retensio urinaria akut
6.
Pantau dan laporkan tanda dan gejala ISK (Infeksi Saluran Kemih), lakukan tindakan untuk mencegah ISK.

7.
Gunakan teknik cuci tangan yang baik, ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan hal yang sama.
Menghilangkan kontak dengan kuman penyakit, dan memandirikan klien dalam perawatan diri

  1. Dx-3:  Nyeri yang berhubungan dengan retensi urine akut
Tujuan:  Nyeri hilang atau terkontrol dengan kriteria:
-     Klien tampak rileks
-     Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi dan rasional:
No.
Tindakan
Rasional
1.
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi
2.
Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi tidak diperlukan)
Mencegah Penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis skrotal
3.
Pertahankan tirah bring bila diindikasikan
Tirah baring mungkin diperlukan pada awl selama fase retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik
4.
Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/ latihan nafas dalam, aktivitas terapiutik
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping
5.
Dorong menggunakan rendam duduk,sabun hangat untuk perineum
Meningkatkan relaksasi otot
6.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi: Narkotik, contoh eperidin (Demerol)

Antibakterial, contoh metenamin hipurat (hiprex)
Antispamodik dan sedatif kandung kemih contoh, flavoksat (urispas): oksibuttinin (Dipropan)


Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik
Menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius juga yang dimasukkan melalui sistem drainase.
Menghilangkan kpekaan kandung kemih.
  1. Dx-4:  Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
Tujuan  : Klien/orang terdekat paham terhadap proses penyakit atau prognosis, gejala yang perlu dilaporkan ke dokter dan perawatan di rumah, dan instruksi evaluasi: mendemonstrasikan pengukuran haluaran urine dan kateterisasi sendiri bila diperlukan.
Intervensi dan rasional:
No.
Tindakan
Rasional
1.
Kaji ulang proses penyakit dan pengalaman pasien
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi
2.
Dorong menyatakan rasa takut/ perasaan dan perhatian
Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital
3.
Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
Mungkin merupakan ketakutan yang tidak dibicarakan
4.
Anjurkan menghidri makanan berbumbu, kopi, alkohol, mengemudikan mobil yang lama, pemasukan cairan cepat (terutama alkohol)
Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan episode retensi urinaria akut
5.
Bicrakan masalah seksual, contoh bahwa selama periode akut prostatitis, koitus dihindari tetapi mungkin membantu dalam pengobatan kronis
Aktivitas seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode akut tetapi dapat memberikan suatu masse pada adanya penyakit kronis
6.
Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual. Dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah
Memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut, sesuai dengan efek penampilan seksual
7.
Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh urine keruh, berbau, Penurunan haluaran urine, ketidakmampuan untuk berkemih, adanya demam/menggigil.
Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius
8.
Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnosa
Menurunkan resiko terapi tidak tepat, contoh penggunaan dekongestan, antikolinergik, dan antidepresan meningkatkan retensi urine dan dapat mencetuskan episode akut
9.
Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan setahun, termasuk pemeriksaan rektal urinalisa
Hipertrofi berulang dan atau infeksi (disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda) tidak umum dan akan memerlukan perubahan terapi untuk mencegah komplikasi serius

5.  Dx-5    :  Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan disfungsi ginjal
Tujuan  :  Mempertahankan hidrasi adequat dengan kriteria:
-     Tanda-tanda vital stabil
-     Nadi perifer teraba
-     Pengisian kapiler baik
-     Membran mukosa lembab





Intervensi dan rasional:
No.
Tindakan
Rasional
1.
Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam
Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus ginjal
2.
Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu
Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatic pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi/  hipovolemia
3.
Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapilar dan membran mukosa oral
Memampukan deteksi dini/intervensi hopvolemik sistemik
4.
Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis sirkulasi
5.
Kolaborasi
Awasi elektrolit, khususnya natrium


Berikan cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan.

Bila pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraselular, natrium dapat mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremia
Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/memperbaiki hipovolemia

Daftar Bacaan:
Doenges, Marilyn E., et. Al. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Tucker,Susan Martin,et  Al. (1997),Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,Diagnosis, dan Evaluasi, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat R.et. Al.(1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

PENUTUP
Sebagai akhir dari pelaporan ini, penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan juga bagi rekan-rekan profesi keperawatan dalam menjalankan tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Kita menyadari bahwa saat ini profesi keperawatan sedang mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Maka tidaklah berlebihan bila dalam memberikan pelayanan ini menggunakan pendekatan proses keperawatan sebagai dasar dalam memberikan pelayanan keperawatan. Semoga dengan tantangan yang ada, kita mampu menghadapi tantangan tersebut dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat.


Daftar Bacaan:
Doenges, Marilyn E., et. Al. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Tucker,Susan Martin,et  Al. (1997),Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,Diagnosis, dan Evaluasi, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat R.et. Al.(1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

1 komentar: