Blogger Widgets ADE COPA GABANA PARFUM PARIS MODE: ASKEP PASIEN CURIGA

Rabu, 04 Januari 2012

ASKEP PASIEN CURIGA


BAB I
PENDAHULUAN


a. Latar Belakang
            Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan  dengan orang lain dan lingkungan  yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien kecemasannya meningkat dalam merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/bahaya dari luar.
            Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang Melati II RSJPJ sebagai lahan praktek, diperoleh data bahwa 75 % klien yang rawat ulang. Masalah asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik diri, curiga, halusinasi dan ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah-masalah yang ditemukan,  pembahasan mengenai asuhan keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan dalam bentuk seminar dengan topik  ”Asuhan Keperawatan Klien dengan Curiga”

b. Tujuan Penulisan.
            Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan seminar dan menulis laporan studi kasus adalah :
·         Mengerti  asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang benar.
·         Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga
·         Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien .

c. Proses Penulisan.
            Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan  pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan peran serta langsung klien dalam kegiatan yang ada diruangan. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan, setelah penemuan masalah dibuat perancanaan dan dilaksanakan serta dilakukan eveluasi kemudian diseminarkan.
BAB III
TINJAUAN TEORITIS


A. Proses terjadinya masalah.
            Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan  dengan orang lain dan lingkungan  yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi terhadap perasaan ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya meningkat dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/  bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga terhadap orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan  menimbulkan prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau klien mungkin menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti reaksi formasi melawan agresifitas, ketergantungan , afek tumpul, denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.
            Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya trust pada masa bayi . Tidak terpenuhinya  karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang otoriter, suasana yang kritis dalam keluarga, tuntutan lingkungan yang tinggi terhadap penampilan anak serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga dirinya atau dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas.
            Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi dari prilaku curiga adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien merupakan anak angkat dari keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak. Klien menjadi anak kesayangan ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak kelahiran adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa tidak nyaman, sehingga klien merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak itu klien tidak percaya pada orang lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa.

B. Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga.
            Masalah yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan  yang timbul  akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya diri terhadap lingkungan yang baru/asing (masalah ini tidak muncul pada klien G). Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu marah, timbul sebagai proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah ini muncul pada klien ).
            Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada diri klien. Klien menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan . Curiga merupakan afek dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien menunjukan bingung peran, kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif dan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini ada pada diri klien.
            Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri dan data yang diperoleh : klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotor dan panjang. (masalah ini ada pada diri klien)
            Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana klien mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada pada diri klien)
            Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu beracun atau petugas mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum. (masalah ini tidak ada pada diri klien)




BAB IV
PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN

            Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah yang timbul pada klien. Pada bab ini akan menyampaikan secara singkat mengenai pelaksanaan proses keperawatan yang meliputi : Diagnosa Keperawatan, Tujuan jangka panjang, Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses keperawatan secra lengkap ada pada lampiran.
Diagnosa keperawatan I
Potensial melukai diri sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien mengungkapkan marah secara konstruktif.
Tupan : Tidak melukai orang lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Intervensi :
1.      Membina hubungan saling percaya dengan klien .
2.      Memelihara ketengann lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.
3.      Mempertahan kan sikap perwat secara konsisten.
4.      Mendorong klien untuk mengungkapkan  hal-hal yang menyebabkan klien marah.
5.      Mendiskusikan dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada orang yang sedang marah.
6.      Mendorong klien untuk mengatakan cara-cara yang dilekukan bila klien marah.
7.      Mendiskusikan dengan klien cara mengungkapkan marah secara konstruktif.
8.      Mendiskusikan dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) ttg marah pada klien , apa yang sudah dilakukan bila klien marah dirumah bila klien cuti.
Evaluasi :
·         Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan membalas salam.
·         Berespon secara verbal.
·         Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.
·         Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.
·         Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.
·         Klien megatakan kalau amuk itu tidak baik.
·         Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.
Tindak lanjut :
·         Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif dengan tehnik relaksasi, tehnik asertif.
Diagnosa keperawatan II
Gangguan hubungan sosial; menarik diri sehubungan dengan curiga.
Intervensi :
1.      Membina hubungan saling percaya.
2.      Bersikap empati pada klien.
3.      Mengeksplorasi penyebab kecurigaan pada klien .
4.      Mengadakan kontak sering dan singkat.
5.      Meningkat respom klien terhadap realita.
6.      Memberikan obat sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon klien.
7.      Mengikut sertakan klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.
Evaluasi :
·         Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.
·         Klien disiplin  dalam meminum obat sesuai program terapi.
Tindak lanjut:
·         Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien untuk mengurangi kecurigaan.
Diagnosa Keperawatan III
Penampilan diri kurang s/d kurang minat dalam kebersihan diri.
Tupan : Penampilan klien rapih dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan diri.
Intervensi :
1.      Memperhatikan tentang kebersihan klien .
2.      Mendiskusikan dengan klien ttg gunanya kebersihan.
3.      Memberikan reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.
4.      Mendorong klien untuk mengurus kebersihan diri.
Tindak lanjut :
·         Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan sehari-hari.
·         Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.

 
BAB V
PEMBAHASAN

            Ibu   D ( 20 tahun ), dari data yang diketahui mengalami masalah halusinasi fase III , dengan masalah lain yaitu menarik diri, penampilan diri  tidak adequat, tidak mampu  mengungkapkan marah secara konstruktif.  Prioritas  pemecahan masalah yang diatasi secara berurutan adalah;  menarik diri, halusinasi dan penampilan diri tidak adequat.
Menarik diri diutamakan  karena setelah  terciptanya hubungan saling percaya klien mau membuka diri pada perawat, selanjutnya barulah dapat diintervensi masalah  selanjutnya secara bersama-sama.
            Dibawah ini akan dibahas satu persatu proses pemberian asuhan keperawatan berdasarkan masalah keperawatan klien ibu D.

1. Menarik diri.
 Pada awalnya klien menolak untuk berhubungan. Pada saat itu perawat  menggunakan rencana tindakan  yang telah dibuat seperti melakukan  teknik-teknik komunikasi terapeutik, bersikap menerima kondisi klien, dan lain-lain sesuai rencana  tindakan.
Dengan segala kesabaran akhirnya secara bertahap klien mau membuka diri.  Klien  bercerita tentang  kondisinya, perasaannya, problema rumah tangganya, serta harapannya. Dengan pendekatan intensif  klien lebih dapat mempercayai perawat. Dengan modal kepercayaan tersebut klien mudah untuk diarahkan.  Klien belajar berhubungan dengan lingkungan sekitar  seperti dengan klien yang lain, perawat yang lain. Klien juga dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok :  sosialisasi dengan respon yang sangat baik  klien memperkenalkan diri,  menyebutkan alamat, hobi dan lain-lain. Belakangan ini diketahui klien telah mempunyai teman akrap ( klien lain )  dalam satu ruangan. Dengan demikian penyelesaian masalah sampai akhir mahasiswa praktek dapat dikatakan berhasil.

2. Haluxsinasi.
Halusinasi terkaji sejak  pertemuan awal, yang mana klien  sering bicara dan tertawa sendiri  dan tampak mendengarkan sesuatu ( memasang kupingnya )  dengan mata menatap pada satu arah.  Namun  saat dikaji lebih jauh dengan menanyakan apakah klien mendengar sesuatu, kilen mengatakan tidak, dan hal ini tidak dapat terkaji hingga akhir praktek. Dengan adanya  tingkah laku klien  saat berbicara dan tertawa sendiri telah menunjukkan adanya halusinasi dengar,  dibuatlah rencana tindakan  yang kemudian  diimplementasikan  sebagai berikut : memutuskan halusinasi klien dengan  cara kontak sering tapi singkat, teknik distraksi, dan lain-lain sesuai dengan apa yang  direncanakan. Kondisi yang sering berubah-ubah   ( data tentang halusinasiny a )  membuat tindakanpun sering tak berurutan  namun disesuaikan dengan masalah klien. Sekitar  5 minggu dilakukan intervensi, klien tidak lagi menunjukkan  tingkah laku halusinasi yang sering, yang mana klien sudah dapat menceritakan tentang keluarganya, perasaannya dan lain-lain dengan tingkah laku yang  tenang. Hanya kadang-kadang tingkah laku itu muncul jika klien duduk menyendiri, dan saat ditanya   dengan siapa klien berbicara klien mengatakan tidak tahu. Namun perawat tidak berputus asa untuk terus coba menggali permasasalahannya ( halusinasinya ) dan sekaligus melakukan intervensi halusinasi secara berulang. Sejauh ini penyelesaian masalah boleh dikatakan mengalami kemajuan karena beberapa teknik distraksi halusinasi sudah dapat dilakukan klien yakni dengan mengadakan kontak dengan klien lain  di ruangan dan frekuensi bicara  dan tertawa sendiri menurun. Dengan demikian dapat dikatakan permasalahan halusinasi telah terselesaikan walaupun belum tuntas dan perlu diwaspadai pula kemungkinan kambuh.

3. Penampilan diri kurang adequat.
Dari pengamatan perawat, secara umum kegiatan  sehari-hari klien adalah  tidur, makan dan jalan-jalan di ruangan. Sehingga untuk kebersihan dirinya tidak diperhatikan. Dengan timbulnya masalah  kebersihan diri yang kurang adequat, perawat mulai mengitervensi klien. Dari evaluasi  didapatkan klien telah dapat mandi sendiri dengan kualitas mandi yang baik yakni mandi dengan menggunakan sabun dan mencuci rambut dengan sampo, dan dari penampilan klien, klien tampak bersih dan rapih. Namun kegiatan  untuk kebersihan diri ini dilaksanakan tanpa jadwal yang telah dibuat bersama perawat, yang mana  waktu mandi klien semaunya. Dari evaluasi yang  didapatkan bahwa  penyelesaian masalah  dapat dikatakan masih  belum optimal.

4. Kurrang mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien cepat sekali tersinggung  dengan menunjukkan tinggkah laku menarik diri bila ada sesuatu tindakan  yang dilakukan oleh  sesama klien yang  tidak berkenan padanya.  Dengan adanya masalah ini perawat mulai menerapkan intervensi yakni  dengan  mengkaji faktor pencetus marah pada klien  dan mendiskusikan cara-cara  menyalurkan marah secara konstruktif. Dari hasil evaluasi, klien tampak kurang memberikan tanggapan  secara serius, hal ini dapat terlihat dari  ekspresi wajah  klien yang datar. Namun pada minggu keempat klien dapat diajak berdiskusi dalam hal  penyaluran marah secara konstruktif, dalam hal ini klien mulai menceriterakan pada perawat adanya perasaan tidak senang yang dibuat oleh klien lain .

Dari apa yang di bahas di atas, bahwa kemajuan  yang diperoleh  dari klien setelah dilakukan  tindakan keperawatan . walaupun  sejauh  ini hasil yang didapatkan  belum optimal, namun  dari hasil yang diperoleh  dapat dikatakan  seperti  apa yang dikatakan dalam teori  dapat dibuktikan. Tidak optimalnya hasil, dapat ditinjau kembali dari berbagai segi  seperti waktu interaksi yang sempit  yakni  2 hari dalam seminggu ( kamis & jumat ) , itupun hanya beberapa jam dalam seharinya,  dapat mempengaruhi kontinuitas interaksi. Selain itu  ketidakseragaman  tindakan/ asuhan  yang diberikan antar sesama perawat  atau tim medis  membuat ketajaman  terapi sulit  diberikan. Hal ini dapat terlihat dari timbul tenggelamnya halusinasi  klien. Fasilitas yang kurang baik, sarana maupun prasarana  untuk  mendukung tindakan keperawatan seperti pola aktivitas dan tata ruangan merupakan salah satu kendala penyelesaian masalah. Juga kurangnya support sistim lingkungan  terutama dari keluarga dapat menghambat pengoptimalan dari hasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar